CLICK HERE FOR FREE BLOG LAYOUTS, LINK BUTTONS AND MORE! »

star

Jumat, 22 Februari 2013

                      novel habibie dan ainun 

                         (the power of love)

 

  

“Ainun dan saya bernaung di bawah cinta milik-Mu ini dipatri  menjadi MANUNGGAL sepanjang masa. Hanya dengan tatapan mata saja tanpa berbicara sering dapat berkomunikasi langsung dan mengerti isi hati dan kehendak kami.”

Posting kali ini saya akan coba me-review buku yang baru saja saya baca. Semoga njenengan tidak kecewa dengan tulisan saya ini, maklum baru belajar membuat resensi buku. Kritik dan saran atau pandangan lain terhadap buku ini akan sangat saya harapakan.
Kemanunggalan jiwa yang dipatri oleh cinta yang murni, sempurna, dan abadi. Itulah salah satu pesan dari buku berjudul “Habibie dan Ainun” yang akan selalu terngiang-ngiang di benak kita setelah membacanya. Membaca buku yang ditulis langsung oleh Bapak B.J.Habibie ini seolah kita diajak mengarungi catatan harian cinta seorang Bacharudin Jusuf Habibie dengan Hasri Ainun binti Besari, kekasih abadinya sepanjang masa.
Adalah tepat kiranya bagi Pak Habibie menulis buku ini dengan tujuan salah satunya untuk terapi mengobati kerinduan dan kehilangan istri tercintanya, Ibu Ainun Habibie. Terapi kerinduan dari kehilangan seseorang yang selama 48 tahun 10 hari mendampingi  hidup putra Pare-pare ini. Goresan kenangan tentang cinta tulus dan bakti Ibu Ainun inilah yang sanggup mengisi kekosongan jiwa Pak Habibie  saat masa awal beliau merasa kehilangan.
Kisah cinta Ainun dan Habibie berawal dari pertemuan di Rangga Malela 11B, rumah kediaman keluarga Besari–keluarga besar Ainun–tinggal. Habibie, seorang insinyur yang baru pulang dari Jerman bertemu kembali dengan Ainun, kawan SMA-nya, seorang dokter lulusan FK UI setelah 7 tahun tak pernah jumpa. Perjumpaan secara tidak sengaja itu membawa Habibie muda terlarut dalam kerinduan pandangan mata indah Ainun yang akan selalu dikenangnya. Pandangan mata pada 7 Maret 1962 yang akan menjadi saksi cinta abadi sepasang insan manusia.
Kedua insan yang dipertemukan oleh cinta dari Allah itupun kemudian menikah. Alur kisah pun bergulir tentang cinta dan pengabdian seorang Ainun kepada suaminya. Cinta dan pengabdian Ainun adalah manifestasi ke-MANUNGGGAL-an jiwa, hati, dan batin Ainun dan Habibie. Dengan cinta dan pengabdian itulah yang membuatnya tetap setia mendampingi Habibie. Kesetiaan yang tetap dijaga Ainun walaupun saat menjadi seorang istri seorang asisten peneliti, pejabat teras perusahaan Jerman MBB, bahkan ketika menjadi Ibu Negara sekalipun. Cinta Ainun kepada Habibie tetap sama tulus tak berubah sepanjang waktu. Cintanya dari hati dan jiwa yang manunggal, yang memberi ketenangan kepada Habibie untuk terus menjaga idealismenya membangun negeri pertiwi. Cintanya tetap hidup walau Ainun dan Habibie terpisah dua dunia yang berbeda.
Cukup banyak kita temukan kisah cinta Pak Habibie dan Ibu Ainun di dalam buku ini yang mungkin belum pernah kita ketahui sebelumnya. Buku ini menarik untuk dibaca bagi siapa saja yang ingin mengetahui atau memahami kehidupan seorang insinyur hebat bernama BJ Habibie dari sudut pandang yang berbeda. Selain itu, di dalamnya juga banyak di dominasi oleh kisah kesetiaan Ibu Ainun sebagai seorang istri hingga akhir hayat dari sudut pandang suaminya. Pembaca juga tak hanya dapat menikmati kisah cinta kedua pasangan abadi itu saja, di buku ini juga terselip beberapa puisi dan doa seorang Habibie kepada istrinya.
Keseluruhan kisah di dalam buku setebal 335 halaman ini menurut penulisnya sengaja disajikan mirip novel agar enak dibaca oleh pembacanya. Walaupun demikian, dari awal hingga akhir membacanya saya merasa masih belum bisa menikmati buku ini layaknya kisah sebuah novel. Entah kenapa, saya masih merasa karya Pak Habibie ini lebih pantas saya apresiasikan sebagai sebuah biografi ketimbang novel. Jalan cerita yang terlalu datar dan minimnya metafora,yang menurut saya adalah bumbu rahasia setiap novel, membuat saya hampir bosan membaca hingga di tengah buku. Tidak hanya bosan, kadang saat membaca buku ini saya merasa kurang nyaman manakala ada beberapa kata yang salah edit dan beberapa cerita terkesan diulang-ulang dalam beberapa bab.
Pada awalnya, saya sangat penasaran dengan isi buku ini. Di kota Jogja sendiri saya hampir saja kehabisan buku ini karena ludes terjual hingga bulan Desember 2010 lalu. Siapapun akan mengira, buku ini akan mengisahkan untold story kehidupan pasangan Prof. Habibie dan dr. Ainun. Siapapun juga pasti pernah mengetahui kesetiaan seorang Habibie untuk terus menunggui makam almarhumah istrinya selama 40 hari yang sempat menjadi topik hangat media beberapa waktu lalu. Mungkin inilah yang menurut saya menjadi salah satu pemicu larisnya buku ini di pasaran. Namun saya agak sedikit kecewa setelah membaca keseluruhan kisah di buku ini. Harapan saya untuk mendapatkan kisah kemanunggalan cinta Habibie dan Ainun kurang terobati. Menurut saya, rasanya kebanyakan cerita nyata buku ini lebih mengekspos kehidupan Pak Habibie sendiri dengan bumbu kisah cinta dan pengabdian Ibu Ainun. Gregetnya baru terasa saat detik-detik wafatnya Ibu Ainun. Di bagian akhir buku itulah baru saya rasakan cinta dan sayang Habibie dan Ainun yang membuncah. Cinta yang tumpah-ruah dan sanggup menumpahkan air mata haru.
Terlepas dari beberapa kekurangan di atas, buku ini setidaknya layak mendapat apresiasi lebih dari seluruh penikmat buku, apalagi dari pengagum sosok Habibie karena iktikad baik beliau untuk membagi kisah cinta pribadinya kepada khalayak umum. Saya rasa pembaca juga patut untuk mengapresiasi keberanian beliau untuk menuangkan kisahnya dalam bentuk novel. Suatu peristiwa yang mungkin agak langka bagi seorang profesor engineering sekelas Habibie. Dibalik itu semua buku ini memberikan ilham dan keteladanan bagi para pencari resep spiritual bagi bangunan rumah tangga sakinah. Itulah inti dari pesan dan keteladanan berharga yang dapat kita serap dari buku ini. Selamat membaca! :)

0 komentar:

Posting Komentar